Pengalaman Magang atau PKL di ANTV
Hidup yang
menyenangkan menurut saya adalah hidup yang “tau-tau” dan “gilaaaaa”. Karena
mungkin dari kita yang bukan siapa-siapa, “tau-tau” kita bisa dikenal banyak
orang dan sukses luar biasa, dari kita yang tadinya pemalu, minder, kalau
ketemu orang langsung ngumpet di WC, “tau-tau” menjadi supel, digilai wanita,
dan menjadi idaman calon mertua. Kemudian dari “tau-tau”, alangkah
menyenangkan bila hidup itu menjadi “gilaaaa”. Tadinya kita biasa-biasa
saja, kemudian kita terkenal sampai akhirnya banyak orang yang bilang
“Gilaaaaaaaa, si Lemon yang tadinya culun sekarang jadi terkenal, jadi bintang
film loh dia sekarang!. Oiya? Jadi apa dia? Jadi pohon di film india”.
Kemudian hening panjang.
Entah mimpi
apa saya bisa terdampar di pekerjaan saya yang sekarang. Saya bekerja di
salah satu TV swasta nasional yang inisialnya ANTV sebagai creative produksi
(itu inisial apa ngasih tau ya?). Kalau di restoran, produksi itu ibarat
dapurnya, tempat semua makanan dibuat. Di lingkungan saya ini, saya
banyak bergelut dengan lika-liku pembuatan suatu program yang merupakan produk
atau output dari TV itu sendiri. Wahhh…hebat ya kerjanya di TV,
pasti sering masuk TV dan kerjanya senang. Itu kata-kata yang sering saya
dengar dari anak tetangga saya yang berharap bisa masuk TV walaupun jadi
figuran ataupun jadi pohon. Mulai tanggal 1 mei 2011 yang lalu, saya
resmi, sah, dan meyakinkan menambah kepadatan Jakarta. Setelah 5,5 tahun
kuliah di Bandung yang akhirnya lulus juga.
Anyway…saya masuk sana
bukan sulap langsung dipanggil dan keterima. Perjuangan masuknya lumayan capek
dan saya waktu itu (16 april 2011) dari jam 7 pagi nongkrong di Sabuga.
Sekilas mirip satpam yg jaga ampe malem, tapi itulah proses rekrutmennya, 5
kali tes dalam sehari. Jreng jreng..screening CV, Psikotes, tes kreativitas
wawancara, dan tes karakter. Setelah proses yang panjang itu,
alhamdulillah dari sekian banyak peserta dan tes yg banyak itu, saya akhirnya
lolos juga. Yesss…Saya juga gak tau knp saya bisa lolos, sama takjubnya waktu
saya bingung kenapa akhirnya saya bisa juga beresin skripsi.
Skip skip…
Menurut pihak HRD nya
waktu itu, nanti saya akan ditelepon untuk menandatangani kontrak ke Jakarta
dan bakal kerja disana. Daannn….yg terngiang kenapa panas, macet,
dan Long Distance Relationship yaa? *emoticon nangis*.
Kenapa yang pertama terngiang itu bukan yang enak-enak? Kenapaaa? Terus saya
harus salto sambil bilang WOOOWW gitu? Ini salah keluarga gue? Salah
temen-temen SD gue? Dasar…negatif kadang bisa curi start dari
postitif. Tapi saya yakin kalo sudah dijalani bakal betah. Itu
pemikiran saya waktu awal masuk ke dunia televisi.
Awalnya dunia
penyiaran khususnya televisi sangat terasa asing. Sekarang sih masih
mending, dulu nih…begitu masuk…saya cuma bisa bengong dan terpaku melihat alur
kerja di dunia yang baru ini, mirip seperti bangun tidur terus dikasih
ujian nasional matematika, Lebih banyak pusingnya daripada
pinternya. Saya masih ingat dulu pertama kali masuk, saya sudah
diterjunkan menjadi bagian dari tim creative musik spesial yang diisi oleh band
dan penyanyi besar yang dulu hanya bisa saya lihat di TV. Saya masih
ingat betul ada Geisha, Killing Me Inside, D’Masiv, Afgan, Bondan n Fade 2
Black. Dan apa yang pertama kali ada di pikiran saya saat itu? Mau
diapain yaaa ini band dan penyanyi? Sungguh pertanyaan yang harusnya tidak
ditanyakan oleh seorang tim creative. Untung saya nanya ke diri saya
sendiri, kalau saya nanya ke produser, mungkin diatas kepalanya sudah ada
simbol air mirip di film kartun. Gimana gak bingung coba, seorang
creative suatu program harus memikirkan semua aspek dari program itu, akan
berjalan seperti apa, artis dan pendukung acara akan tampil bagaimana, tema
acaranya apa, naskahnya seperti apa, gimmick dan treatment artis
tersebut sehingga menarik saat di panggung, tata lampu, tata panggung, dan
lain-lain. Seorang creative harus bisa membayangkan jalannya suatu acara
bahkan sebelum acara itu dimulai. Dan apa yang ada dalam bayangan saya dulu?
Hitam coooyyy….black…kalau inget jalam SD, mirip sekali dengan papan tulis di
pagi hari sebelum dicoret-coret oleh kapur. Dan saya jaim. Krik krik krik.
Program musik spesial
selesai, saya ditugaskan di program regular. Nahh…apalagi ini…sungguh bulan-bulan
awal itu bagai naik metro mini yang ngebut, sopirnya mabuk, terus semua
penumpangnya berdoa biar gak nabrak kandang ayam warga. Hari-hari kerja
diwarnai tanda tanya dalam pikiran “what’s next?” , bakal ada apa lagi hari
ini? Hari hari yang mengingatkan saya akan masa remaja dimabuk cinta tapi tak
kunjung tiba. Masa dimana saya menulis surat cinta di sekolah, terus
suratnya disimpan dibawah meja wanita yang saya suka, tapi dengan sukses
ditemukan oleh teman saya dan dibaca didepan kelas. Rasanya saat itu saya
ingin garuk-garuk tanah dan pinjem kostum mumi. Sungguh saya bingung
waktu saya ditugaskan di program sketsa komedi yang dulu sering saya tonton
dimana disitu ada Arie Untung, Budi Anduk, Peppy, Alm Ade Namnung, dan
lain-lain. Gilaaa…dapet program komedi coooyyy. Menurut saya
program komedi lebih sulit daripada drama, membuat penonton tertawa itu
memerlukan usaha luar biasa dan kreativitas yang beda dari biasanya.
Akhir cerita yang sulit ditebak dan mini punchline yang unik menjadi kunci program
komedi agar semakin diminati. Karena kalau gampang ditebak, sebelum
selesai cerita, penontonnya sudah menekan remote TV dan beralih ke saluran
lain. Kan kita tahu saat ini pindah saluran TV itu hanya tinggal
pencet tombol, satu tangan sambil tidur juga bisa. Jadi usahakan
penonton itu terkunci dan melupakan remote TV nya dan terus menonton program
kita. Caranya gimana? Ya buat program semenarik mungkin, kalau komedi ya
selucu mungkin. Walaupun dibalik programnya yang lucu, tersimpan wajah
capek dan pikiran pusing dari kru. Lalu bagaimana dengan saya waktu itu?
Seperti biasa….seperti karyawan lain yang baru pertama kali pegang
program…banyak bertanya agar tidak sesat dijalan, tapi kalau saya banyak
betanya dan malu-maluin. Mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur,
singkong sudah menjadi tape, Kucing saya telah hamil 3 minggu.
Semua yang saya tidak tahu saya tanya, mengenai cara mencari ide yang efektif,
bagaimana solusi disaat kita kehabisan ide lucu, dan mencari referensi sebanyak-banyaknya
mengenai program komedi agar muncul ide ataupun pengembangan ide baru.
Selain itu, menurut saya membuat program komedi itu merupakan lading amal
ditengah masyarakat kita yang kini mulai kehilangan cerianya. Rasa ceria
yang dulu sering kita jumpai kini mulai berganti sedih karena terhalang
himpitan ekonomi dan berbagai kesulitan hidup. Maka, saat program saya
ditonton masyarakat dan mereka tertawa, ada rasa senang dan bangga bisa menjadi
sedikit oase bagi mereka. Bukankah memberikan keceriaan juga merupakan
suatu kebaikan? “Kita mungkin tidak bisa memberikan harta untuk masyarakat,
tapi kita bisa memberikan keceriaan melalui karya yang kita dedikasikan untuk
mereka”. Itu kata-kata teman saya yang menjadikan saya semangat untuk
terus belajar di dunia saya yang baru ini.
Tapi, ada satu hal
menyenangkan yang saya alami selama bekerja sebagai creative di stasiun TV,
yaitu sering berinteraksi dengan artis. Dulu hanya bisa lihat mereka di
TV ataupun kalau kita mengidolakan mereka, paling cuma bisa bengong sambil
berharap dia nyasar ke rumah kita, terus kita bisa kenalan. Tapi saya
dengan mudah bisa ngobrol dengan mereka, makan bareng, buku telepon di hp saya
banyak diisi nomer-nomer artis lengkap dengan PIN blackberry messenger
mereka. Asik kan? Pernah waktu saya dan Arie Untung, Peppy, dan
Daus Mini sedang makan sate di daerah puncak, ada satu keluarga yang ingin foto
bareng dengan Arie, Peppy, dan Daus. Mereka lalu merapat dan mengambil
posisi dan gaya sebagus mungkin. Lalu dimana saya berada? Ooohhh
tenang….saya dengan sukses diminta jadi tukang fotonya. Atau waktu saya lagi
mencoba kuliner di Tasik bareng Arie Untung dan Hesti Purwadinata, pas kita
bertiga makan, semua mata tertuju kepada kita bertiga, eh tepatnya ke Arie
Untung dan Hesti sih, saya mungkin hanya dianggap pria tampan yang sedang
mengantar artisnya makan malam. Pernah juga saat menjelang malam puncak
pemilihan Abang dan None Jakarta 2012, saya yang bertugas sebagai creative
event tersebut berkesempatan mengunjungi balaikota Jakarta untuk bertemu Bapak
Gubernur Jakarta saat itu, bang Foke. Seperti orang-orang lain yang baru
pertama kali akan presentasi di depan gubernur, saya gugup akan ngomong apa
nanti. Dan parahnya, saya baru tahu malam sebelumnya, jam 12 malam, jadi
hanya beberapa jam sebelum rapat digelar. Kebayang kan? Sudah…jangan
dibayangin. Setelah sampai di balaikota, saya menunggu pimpinan produksi
dulu, biar bareng gitu masuknya. Akhirnya, setelah melewati protokoler,
saya bisa masuk juga ke ruang kerja gubernur DKI Jakarta, dan Bapak fauzi Bowo
muncul beberapa saat kemudian dan rapat selesai 10 menit setelah beliau
masuk. Krik krik krik….kemudian hening. Saya pikir saya
akan ditanya macem-macem, ternyata beliau hanya ingin tau konsep umum, dia harus
datang jam berapa, dan minta naskah sambutan penobatan Abnon Jakarta.
Nunggunya lama, rapatnya hanya 10 menit.
Oiya, satu hal yang
harus disiapkan apabila kita akan terjun ke dunia broadcast, yaitu siap
begadang setiap hari dan pola tidur berantakan. Mungkin kalau Rhoma Irama
liat, dia akan marah karena saya tidak menuruti nasihat di lagunya. Tapi
begadang saya ada artinya loh bang haji. Berangkat pagi pulang malam,
berangkat malam pulang pagi, berangkat pagi pulang pagi, bahkan sampai tidur di
kantor atau di lokasi shooting. Random memang, itulah seni yang didapat,
dan patang pulang sebelum tayang. Konsep program dibuat, persiapan semua
keperluan teknis dilakukan, shooting dilaksanakan, editing dimaksimalkan, dan
program siap ditayangkan. Pola waktu yang tidak teratur membuat saya jadi
alien yang kalau pulang sering bareng dengan ibu-ibu yang mau belanja ke
pasar. Malah pernah saya pas mau pulang kerja, ditanya seorang ibu
“dek, kok berangkat kerjanya pagi amat, takut kena macet ya makanya berangkat
kerjanya subuh”, saya cuma senyum dan berasa ingin garuk-garuk tanah.
Sering pulang malam juga membuat saya jarang merasakan macet Jakarta saat
pulang kantor. Saat saya pulang, orang-orang sudah tidur, pas
mereka berangkat kerja, giliran saya yang masih tidur. Indahnya saat kita
berbeda dengan mainstream. Mungkin harusnya kantor-kantor
lain juga gitu kali yaa…jam kerjanya tidak seragam masuk jam 9 pulang jam 5,
tapi bervariasi sehingga kemacetan Jakarta sedikit dikurangi. Kan pas pagi gak
macet banget, pas tengah malem gak sepi banget. Sudah-sudah jangan
dianggap serius, saya nanti ditimpuk sama ibu-ibu kalau suaminya tengah malam
belum pulang. Yang jelas jam kerja saya cukup fleksibel selama
pekerjaan selesai dan tidak ada masalah.
Tidak terasa sudah 1,5
tahun saya bekerja di industri pertelevisian ini. Setahun lebih yang
berarti dan perlu perjuangan. Perjuangan dari tidak tahu apa-apa menjadi
sedikit tahu, yang tadinya awam mengenai konsep pembuatan program menjadi
mengerti, serta yang tadinya tidur teratur menjadi seperti kelelawar.
Bekerja di dunia pertelevisian membuat saya belajar akan pentingnya
arti kerjasama, manajemen waktu, serta inovasi yang harus terus diasah agar
kita bertahan. Ada suka diantara banyak canda, ada duka saat program kita
diujung tanduk dan akhirnya jatuh. Tapi dibalik itu semua, dibalik setiap
kesulitan yang kerap melanda, ada kemudahan yang menemani disetiap usaha kita
untuk tetap berjuang. Seperti kata Katy Perry di Lagu Fireworks : “cause
there’s a spark in you, you just gotta ignite the light and let it shine”,
karena setiap orang pada dasarnya punya potensi, kita hanya tinggal mengasahnya
dan kemudahan akan datang bersama dengan keberhasilan.
Post a Comment for "Pengalaman Magang atau PKL di ANTV"